Senin, 16 Maret 2020 | Retno S Wardani, Natasha Supartono - Departemen Ilmu Penyakit THT-KLRSCM M- FKUI
PERTAHANAN EPITEL HIDUNG SERTA HIGIENE TANGAN, HIDUNG DAN TIDUR DALAM MENGHADAPI INFEKSI VIRUS SARCS-CORONA 2
Infeksi virus saluran napas atas sering terjadi dengan derajat yang bervariasi di seluruh dunia. Beberapa virus yang sering menyerang saluran napas antara lain influenza, parainfluenza, adenovirus, human coronavirus, dan enterovirus. Virus corona sudah ada sejak zaman dahulu. Selama puluhan tahun ini tidak ada seorang ilmuwan yang berusaha membuat vaksin atau pencegahan terhadap virus tersebut karena pada prinsipnya semua infeksi virus dapat sembuh dengan sendirinya (self-limiting disease), termasuk infeksi virus SARS-corona 2.
Virus SARS-corona 2 yang mengakibatkan COVID-19 (corona virus disease 2019) adalah virus yang menginfeksi saluran napas atas dan bawah; serta dapat mengakibatkan gagal napas berat yang terjadi dengan cepat, diikuti gagal banyak organ tubuh dan berakibat kematian. Penyakit virus corona-19 pertama kali ditemukan di kota Wuhan, Cina pada akhir Desember 2019.
Infeksi virus ini dapat menunjukkan gejala seperti selesma yang ringan, seperti demam, batuk, nyeri tenggorok, dan pilek. Gejala berbahaya yang harus diwaspadai adalah sesak napas akibat pneumonia, dan jika tidak diatasi dengan baik mengakibatkan gagal napas akut, gagal organ tubuh seperti hati, ginjal dan organ tubuh penting lainnya.
Penyakit ini sangat mudah menular dan mengakibatkan pandemi, karena jumlah kasusnya ditemukan hampir di seluruh belahan dunia. Hingga hari ini, tanggal 10 Maret 2020, berdasarkan dashboard berbasis situs interaktif untuk menelusuri COVID-19 dalam waktu riil, didapatkan kasus yang terkonfirmasi 113.710, dengan total kesembuhan 63.663, dan yang mengakibatkan kematian sebanyak 4.012 pasien.
https://www.thelancet.com/pdfs/journals/laninf/PIIS1473-3099(20)30120-1.pdf
Kasus kesembuhan jarang diberitakan dan yang lebih dipaparkan adalah laju pertambahan kasus penularan dan kematian. Angka kasus kematian dibandingkan kasus terkonfirmasi (case fatality rate) adalah 3.5%, lebih rendah dibandingkan dengan infeksi SARS-CoV yaitu 9.5% dan MERS-CoV sebesar 35%, maupun infeksi virus Ebola sebesar 63%.
Walaupun demikian, seiring dengan konsep mencegah lebih baik daripada mengobati, maka diperlukan pemahaman yang lebih mendalam tentang usaha-usaha pencegahan terjadinya infeksi virus; dan jika sudah terinfeksi maka durasi sakit harus sesingkat mungkin serta gejalanya seringan mungkin.
Dalam menghadapi ancaman infeksi virus corona, sistem pertahanan saluran napas atas terutama hidung harus berfungsi dengan baik. Pertahanan epitel (selaput lendir) hidung terhadap paparan virus, bakteri dan partikel yang berbahaya memerlukan respons tubuh yang kompleks. Epitel kolumner bertingkat semu bersilia pada hidung dan sinus paranasal merupakan sistem imunitas alamiah (innate immune system) yang dapat mengeliminasi virus dengan efektif dan efisien.
Gerakan masyarakat hidup sehat (GERMAS) termasuk cuci tangan 6 langkah dengan tepat, menutup mulut saat bersin dan batuk dengan bagian atas lengan atau menggunakan masker pada saat sakit adalah usaha pencegahan umum terhadap penyebaran infeksi virus saluran napas, termasuk virus corona. Secara khusus usaha-usaha meningkatkan fungsi pertahanan epitel saluran napas atas, dapat dilakukan dengan menjaga higiene hidung. Tidur berkualitas dan cukup serta bernapas melalui hidung pada saat tidur juga akan meningkatkan kualitas pertahanan epitel hidung dan saluran napas atas. Sistem Imunitas Alamiah dan Modulasi Sistem Imunitas Alamiah pada Patogenesis Virus SARS-corona Pada saat infeksi virus, sel epitel hidung dapat mengenali virus dan memproduksi berbagai molekul anti-virus dengan cepat. Mekanisme ini merupakan respons sistem imunitas alamiah, dan dibuktikan dengan temuan peptida, protein serta molekul organik pada lapisan mukus (palut lendir) hidung, di antaranya adalah interferon (IFN), Lactoferrin (LF), β-defensin (BDs) dan Nitric oxide (NO).Interferon (IFN- α dan IFN – β) merupakan agen antiviral pertama yang diproduksi sebagai respon terhadap infeksi virus. IFN- α dan IFN – β diekspresikan oleh sel epitel dan akan berikatan dengan kompleks reseptor IFN tipe I. Sinyal dari interferon akan memicu sintesis berbagai macam protein yang secara selektif akan menghambat replikasi dan sintesis protein virus.
Lactoferrin (LF) merupakan anggota dari kelompok transferrin. LF diproduksi oleh sel epitel hidung dan merupakan anti-virus terhadap virus DNA dan RNA, termasuk RSV dan rinovirus. Lactoferrin berperan dalam mencegah masuknya virus ke dalam sel inang dengan menghambat reseptor sel atau secara langsung berikatan dengan partikel virus.
β-defensin (BDs) terdapat di dalam tubuh manusia dalam jumlah yang berlimpah dan merupakan peptida antimikrobial yang diekspresikan oleh permukaan epitel hidung. Selain berperan sebagai antimikrobial peptida kationik ini juga memiliki peran sebagai antivirus. β-defensin manusia dapat menghambat terjadinya replikasi virus dengan menghalangi kerja sel T, monosit, sel dendritik dengan memicu produksi sitokin oleh sel epitel dan berikatan langsung dengan virus. Sel epitel hidung memproduksi NO (nitric oxide) dalam jumlah yang tinggi. Peran NO sebagai antiviral dibuktikan pada beberapa penelitian yang menunjukkan peningkatan replikasi virus pada sel epitel saluran napas pasien dengan fibrosis kistik karena produksi NO yang menurun. Selain itu NO berperan dalam sinkronisasi ventilasi dan perfusi di paru.
Infeksi virus corona dapat memodulasi sistem imunitas alamiah melalui proses pembajakan dan pembungkaman proses sinyal yang diinisiasi oleh IFN. Pada penelitian menggunakan micro-array untuk mengukur transkripsi sitokin menggunakan sel mononuclear darah tepi dari pasien yang terinfeksi, didapatkan bahwa sitokin pro-inflamasi akan mengalami peningkatan, tetapi tidak ditemukan atau sedikit sekali ditemukan IFN- α dan IFN – β. SARS-CoV menggunakan protein ACE2 pada permukaan sel epitel bersilia dan pneumosit alveolar tipe II sebagai tempat masuknya. Virus akan memodulasi dan meregulasi lingkungan intraselular, sehingga virus dapat mengambil alih sistem komunikasi sel pada imunitas alamiah, imunitas adaptif, jejaring apoptosis dan sinyal selular (cell stress signaling), akibatnya akan terjadi badai sitokin (cytokine storm) yang bersifat destruktif, kegagalan banyak organ dan kematian. Higiene Tangan, Hidung dan Tidur Untuk Upaya Promotif dan Preventif Terhadap Infeksi Virus Gaya hidup sehat dan optimalisasi daya tahan tubuh dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi virus, yaitu dengan tmenjaga kebersihan diri serta hidup teratur. Keteraturan dapat tercermin dalam pola kebiasaan makan, olahraga dan tidur yang baik dan seimbang.
Cuci tangan adalah saran terbaik untuk mencegah kita dari COVID-19. Tangan adalah sumber penularan. Kita tidak dapat mengendalikan benda yang kita sentuh, dan orang lain yang menyentuh benda itu terlebih dahulu; namun kita dapat menjaga higiene tangan kita sendiri.
Cuci tangan dengan air dan sabun merupakan cara jitu melawan virus, dan yang terbaik. Agar cuci tangan tepat dan baik, pertama-tama semua cincin dan perhiasan harus dilepaskan dari jemari dan tangan. Sabun akan memecah lapisan lemak virus dan membuat virus tidak mampu menginfeksi kita. Selanjutnya, sabun akan membuat kulit tangan menjadi licin dan pada saat diusap berkali-kali, maka virus dapat terbunuh dan terbilas.
Cuci tangan yang baik dan efektif harus mengikuti tahapan 6 langkah dan dilakukan selama 20 – 30 detik. Enam langkah cuci tangan adalah
- Meratakan sabun dengan kedua telapak tangan,
- Menggosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri menggunakan tangan kanan dan sebaliknya,
- Menggosok sela-sela jari dengan telapak tangan berhadapan,
- Mengunci jemari kanan dan kiri serta menggosok buku-buku jari,
- Menggosok berputar ibu jari tangan kiri dengan genggaman tangan kanan dan sebaliknya,
- Menggosok berputar ujung jemari tangan pada telapak tangan kiri dan sebaliknya.
Cuci hidung merupakan kebiasaan untuk menjaga kesehatan saluran napas atas yang dikenal dalam tradisi pengobatan Ayuverda. Praktek mengalirkan cairan ke dalam hidung serta mengeluarkannya kembali merupakan prinsip dari istinyaq dalam berwudlu umat Muslim. Ilmu Kedokteran Barat mengadopsi praktek kesehatan ini sejak akhir abad ke-19, untuk mencegah dan mengobati infeksi saluran napas atas pada dewasa dan anak-anak juga pada kasus rinosinusitis dan rinitis alergi. Di ear sekarang, cuci hidung digunakan untuk mendukung program pencegahan resistensi antibiotika, karena dapat mencegah penggunaan antibiotika yang tidak rasional dan jumlah antibiotika yang digunakan.
Cuci hidung bekerja secara mekanik dengan membersihkan mukosa hidung secara langsung dengan menurunkan kekentalan lendir. Proses mekanik ini dapat meningkatkan kemampuan bersihan mukosilia (mucociliary clearance) dalam membilas antigen, partikel virus, bakteri, jamur dan mediator-mediator inflamasi, seperti prostaglandin dan leukotrien. Cuci hidung berperan dalam menurunkan beban proses inflamasi serta menjaga integritas epitel hidung sehingga dapat menjalankan fungsi pertahanan mekanik dan imunitas alamiah.
Untuk orang Indonesia, disarankan untuk melakukan cuci hidung dengan cairan infus NaCl 0.9%, karena larutan ini terjaga kebersihannya dan bersifat isotonic, serupa dengan sekret hidung. Membuat larutan cuci hidung dengan garam dapur tidak diperbolehkan. Cuci hidung yang benar adalah jika cairan NaCl 0.9% yang disemprotkan di salah satu lubang hidung mengalir ke luar melalui hidung di sisi lainnya. Volume NaCl 0.9% yang dianjurkan adalah 10 – 30 cc. Spuit 10 cc tanpa jarum adalah alat cuci hidung yang digunakan beserta dengan transofix untuk menusuk karet bagian atas botol infus, untuk memudahkan cairan infus keluar dan ditempatkan di cangkir atau mangkok yang bersih.
Cuci hidung memang belum dapat dibuktikan sebagai tindakan pencegahan dan pengobatan infeksi virus corona sesuai dengan kaidah Ilmu Kedokteran Berbasis Bukti (evidence based medicine), tetapi telah dibuktikan dapat mengurangi durasi sakit ISPA akibat virus dan bakteri, serta mencegah terjadinya spektrum penyakit yang lebih berat.
Tidur teratur dan berkualitas sesuai dengan ritme sirkardian telah dibuktikan berhubungan dengan peningkatan sistem imunitas alamiah. Ritme sirkardian adalah variasi harian aktivitas perilaku dan aktivitas biologik yang berasal dari kemampuan intrisik organisme untuk menyelaraskan dirinya dengan siklus gelap / terang 24 jam dengan lingkungannya. Ritme ini berasal dari jam biologik internal yang akan mengatur berbagai aspek fisiologi manusia, termasuk siklus bangun dan tidur, variasi harian tekanan darah, suhu tubuh dan hormon kortisol.
Kecukupan hormon kortisol yang akan meningkat pada pagi hari sesudah bangun tidur, ditentukan oleh pelepasan hormon melatonin yang mencukupi dan diperoleh jika terjadi keseimbangan tidur dangkal dan dalam. Tidur adalah investasi kesehatan, dan harus diusahakan agar terjamin kualitasnya, dengan cara tidur dalam keadaan gelap, suasana tenang dan suhu kamar yang nyaman.
Infeksi virus SARS-corona2 merupakan masalah global yang akan memicu kemanusiaan dan sikap tolong menolong antar manusia. Proses penularan antar manusia yang dipicu oleh mutasi genetik human corona virus, menyadarkan kita tentang kerapuhan dan kerentanan manusia. Upaya promotif dan preventif untuk diri sendiri dan orang yang kita cintai dapat dilakukan dengan lebih spesifik melalui peningkatan pertahanan epitel saluran napas atas dan sistem imunitas alamiah dengan cuci tangan, cuci hidung dan tidur cukup berkualitas. Menggunakan masker dan melakukan isolasi mandiri bagi yang terinfeksi virus SARS-corona 2 atau pun virus-virus yang lain merupakan bentuk penghargaan terhadap hak sehat orang lain. Mulianya kita yang melaksanakannya – mulianya manusia.