Kamis, 29 Agustus 2019 | dr. Putri Ayuna Sundari, Sp.N, M.Biomed
TRAUMA MEDULA SPINALIS
Gangguan pada medula spinalis dapat terjadi akibat berbagai proses patologis termasuk trauma. Baik secara langsung atau tidak langsung, trauma medula spinalis akan mengakibatkan gangguan secara komplit ataupun inkomplit dari fungsi utamanya seperti fungsi motorik, sensoris, autonom, dan refleks yang signifikan. Sebuah studi menyebutkan 13% kejadian trauma medula spinalis disebabkan oleh kecelakaan kerja, dimana kebanyakan terjadi di daerah konstruksi dan serimg terjadi di hari minggu dan hari libur. Kebanyakan level trauma medula spinalis antara lain : servikal (55%), toraks (30%), dan lumbal (15%). Sekitar 95% trauma medula spinalis terjadi pada satu daerah spinal dan sekitar 80% berhubungan dengan trauma multipel.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Anamnesis seringkali menggambarkan penyebab dari sindroma ini. Onset keluhan bisa bersifat akut maupun progresif. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan neurologis, temuan yang didapat selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan standar American Spinal Injuri Association (ASIA) pada klasifikasi lesi medula spinalis. Level defisit neurologis didefinisikan sebagai segmen paling kaudal dengan fungsi normal. Penilaian komplit atau inkomplit didasarkan atas fungsi sensoris atau motoris pada segmen S4/S5. Skala gangguan ASIA menggambarkan derajat cedera inkomplit berdasarkan fungsi sensoris dan motoris
ASIA Impairment Scale :
- A = Komplit : Tidak ada fungsi motorik atau sensorik yang dilayani pada sakral segmen S4–S5.
- B = Inkomplit : Ada fungsi sensorik tanpa fungsi motorik yang dilayani di bawah level neurologik dan meliputi sakral segmen S4 –S5.
- C = Inkomplit : Fungsi motorik dilayani dibawah level neurologik dan lebih dari setengah otot utama dibawah level neurologik memiliki derajat otot kurang dari 3.
- D = Inkomplit : Fungsi motorik dilayani di bawah level neurologik, dan sedikitnya setengah otot utama derajatnya 3 atau lebih.
- E = Normal : Fungsi motorik dan sensorik adalah normal
Manajemen di unit gawat darurat meliputi tindakan darurat yang mengacu pada:
1. A (airway) : menjaga jalan nafas tetap lapang
2. B (Breathing) : mengatasi gangguan pernafasan, bila perlu intubasi endotrakeal (pada cedera servikal) dan pemasangan alat bantu nafas untuk oksigenasi adekuat.
3. C (Circulation) : memperhatikan tanda tanda hipotens yang dapat terjadi karena pengaruh pada sistem saraf ortosimpatis. Harus dibedakan antara:
- Syok hipovolemik (hipotensi, takikardi, akral dingin), dapat diberikan cairan kristaloid atau bila perlu dengan koloid.
- Syok neurogenik (hipotensi, bradikardi, akral hangat), dimana pemberian cairan saja tidak akan menaikan tensi (awasi edema paru) maka harus diberi obat vasopresor misal dopamin untuk menjaga MAP > 70, bila perlu adrenalin 0.2 mg subkutan dapat diulang 1 jam kemudian.
4. Lakukan fiksasi jika terdapat fraktur atau dislokasi kolumna vertebralis. Pada kecurigaan fraktur servikal pasang kerah fiksasi leher, jangan dimanipulasi dan disamping kiri dan kanan diberikan bantal pasir.
5. Selanjutnya pasang dower kateter untuk monitor hasil urine dan mencegah retensio urine, pemasangan pipa nasogastrik untuk dekompresi lambung pada yang distensi, untuk nutrisi enteral.
6. Pemeriksaan umum dan neurologis
7.Pemeriksaan penunjang
a.Laboratorium: darah perifer lengkap, urine lengkap, gula darah sewaktu, ureum dan kreatinin, analisa gas darah.
b.Radiologi: foto vertebra posisi AP/Lat sesuai dengan letak lesi, CT Scan/ MRI jika dengan foto konvensional masih meragukan atau bila akan dilakukan operasi.
c.Pemeriksaan lain seperti EKG bila ada kelaianan jantung (aritmia).
8.Pemberian kortikosteroid
a.Bila diagnosis ditegakan < 3 jam pasca trauma berikan methyl prednisolon 30 mg per kilogram BB IV bolus selama 15 menit, ditunggu selama 45 menit (tidak diberikan methyl prednisolon dalam kurun waktu ini), selanjutnya diberikan infuse terus menerus methyl prednisolon selama 23 jam dengan dosis 5,4 mg/kg BB/jam.
b.Bila 3-8 jam sama seperti di atas, hanya infuse dilanjutkan untuk 47 jam.
c.Bila lebih 8 jam tidak dianjurkan pemberian methyl prednisolon.
Indikasi Intervensi Bedah
Tindakan operatif pada kasus kelainan medula spinalis harus dilakukan dengan indikasi yang tepat. Secara umum ada 3 indikasi utama untuk dilakukan suatu tindakan bedah pada kasus kelainan medula spinalis, yaitu untuk :
1. Dekompresi elemen saraf spinal
Diindikasikan pada kasus dimana terjadi penekanan pada saraf spinal dengan tujuan mengangkat massa atau segmen tulang yang menyebabkan penekanan pada saraf spinal sekitarnya.
2. Stabilisasi segmen yang tidak stabil
Segmen vertebra dikatakan tidak stabil bila terdapat perubahan kinematik sehingga timbul rasa nyeri, cedera saraf atau deformitas bila bergerak, dengan kata lain seperti pada kasus dimana terjadi gangguan pada integritas struktural dari kolumna vertebralis yang dapat menyebabkan suatu defisit neurologis
3. Koreksi deformitas (Re-alignment)
Merupakan tindakan untuk memperbaiki deformitas spinal.
Peran Rehabilitasi Medik
Upaya rehabilitasi medik merupakan upaya untuk mencegah terjadinya impairment, disability dan handicap, atau jika sudah terjadi kecacatan maka upaya rehabilitasi medik adalah untuk memulihkan kecacatan tersebut serta meningkatkan kemampuan funsional seseorang seoptimal mungkin dengan memanfaatkan kemampuan yang ada. Tindakan yang dilakukan dapat berupa fisioterapi, terapi okupasi, latihan miksi dan defekasi rutin serta terapi psikologis.
Neurorestorasi dan neurorehabilitasi bertujuan untuk:
a. Memberikan penjelasan dan pendidikan kepada pasien dan keluarga mengenai trauma medula spinalis
b. Memaksimalkan kemampuan mobilisasi dan self care (latihan mandiri) dan/atau latih langsung jika diperlukan
c. Mencegah komorbiditi (kontraktur. Dekubitus, infeksi paru, dll)
DAFTAR PUSTAKA
Kirshblum,S.C., Et All, 2017, Spinal Cord Injury Medicine. 3. Rehabilitation Phase After Acute Spinal Cord Injury, American Academy of Physical Medicine and Rehabilitation, Vol 88.
Lindsay, K.W., 2017, Nervous system; Nervous System Diseases; Surgery; diagnosis; therapy, Churchill Livingstone , New York, 3rd Edition.
Mahadewa, T.G.B., Maliawan, S., 2009, Diagnosis dan Tatalaksana Kegawat Daruratan Tulang Belakang, Sagung Seto, Jakarta.
Randall, D.J., Et All, 2011, Acute Spinal Cord Injury, In Clinical Neuropharmacology, Lippincott Williams & Wilkins, Inc., Philadelphia, Vol. 24, No. 5, pp. 254–279
Randall, D.J., Et All, 2011, Acute Spinal Cord Injury, Part II: Contemporary Pharmacotherapy, Lippincott Williams & Wilkins, Inc., Philadelphia, Vol. 24, No. 5, pp. 254–279.
Sharma, A., 2012, Pharmacological Management of Acute Spinal Cord Injury, Supplement To Japi, Vol. 60.
Wahjoepramono, E.J., 2007, Aspek Operatif Medula Spinalis, dan Tulang Belakang, Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan, Lippo Karawaci.